Natuna – Nelayan kabupaten Natuna secara tegas menolak kebijakan penangkapan ikan terukur, yang merupakan program trobosan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai dari tahun 2021-2024.
Nelayan menilai program KKP ini sangat merugikan dan tidak berpihak. Apalagi mengenai kuota dan wilayah tangkap untuk nelayan dan industri.
“Kami nelayan Natuna dengan tegas menolak kebijakan itu. Karena menurut kami sangat merugikan”, ujar salah seorang aktifis nelayan Natuna, Bahrullazi.
Bermaksud meminta dukungan, puluhan nelayan gabungan HNSI dan Aliansi Nelayan Natuna, mendatangi kantor DPRD Natuna pada Jumat 21 Januari 2022. Kendati tak diundang, akhirnya mereka diterima di ruang paripurna.
Nelayan menuntut janji Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar, bahwa Legislatif akan segera menggelar paripurna untuk mengambil sikap atas kebijakan yang dinilai sangat merugikan.
Rapat dipimpin Wakil Ketua II Jarmin Sidik, dihadiri Wakil Ketua I Daeng Ganda Rahmatullah dan sejumlah anggora DPRD Natuna. Pada kesempatan itu, pimpinan rapat meminta kepada nelayan agar menyurati dewan secara resmi untuk diadakan paripurna.

“Kami akan menyurati secepatnya, kalau bisa hari senin sudah diadakan paripurna. Kami minta dari paripurna nanti harus ada keputusan. Kalau tidak kami akan demo, itu keputusan mutlak HNSI dan ANNA”, ujarnya kepada media ini, dihubungi via telepon seluler, Jumat (21/01/2022).
Bahrullazi menyadari, pasti ada pro kontra dalam menyikapi kebijakan KKP tersebut. Namun pihaknya secara tegas menolak, tidak ada tawar menawar.
“Kalau kami betul betul menolak. Makanya kami minta DPRD, Bupati dan Wabup, UPT Perikanan Provinsi, menyatukan suara bantu kami menolak kebijakan itu”.
Menurut dia, dengan adanya kebijakan tersebut, akan membatasi perkembangan ekonomi nelayan. Apalagi jumlah tangkapan ikan dibatasi.
Penangkapan terukur akan mengacu pada hitungan Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kjiskan) yang dilakukan secara berkala per dua tahun. Menurut Kajiskan total jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 9,45 juta ton per tahun dengan nilai produksi mencapai Rp 229,3 triliun.
Sementara itu, area penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia dibagi menjadi tiga zona. Yakni zona fishing industri, zona nelayan lokal dan zona spawning dan nursery ground (zona pemijahan dan perkembangbiakan ikan).
Kuota penangkapan terdiri dari kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota untuk rekreasi maupun hobi. Untuk nelayan lokal dengan kapal di bawah 30 GT (gross ton), wilayah penangkapan hanya sampai 12 mil sedangkan di atas 12 mil merupakan zona untuk penangkapan industri.***(Advetorial)