Tanah Warga Ditelan Waduk, Hukum Berpihak pada Penguasa! Ganti Rugi Tak Ada, Mafia Tanah Diduga Bermain!

0
10
Ket Foto : Waduk Krueng Keruto.

Bursakota.co.id, Bener Mariah – Tangis dan kecewa menyelimuti warga penggarap di Kampung Simpur, Kabupaten Bener Meriah. Tanah yang selama ini mereka garap dengan penuh harapan, kini telah ditelan oleh genangan Waduk Krueng Keruto.

Namun, lebih menyakitkan lagi, mereka tidak mendapatkan sepeser pun ganti rugi. Harapan mereka akan keadilan seakan sirna setelah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bener Meriah memutuskan bahwa tanah mereka tidak berhak mendapat kompensasi.

Keputusan yang diambil pada rapat Forkopimda pada 16 Maret 2024 itu menjadi pukulan telak bagi warga yang telah berjuang mengikuti prosedur hukum sejak awal. Mereka telah menempuh jalur resmi, mulai dari sosialisasi, uji publik, hingga adanya tanda tangan dari Ketua DPR dan dinas terkait pada 2019. Namun, kenyataan pahit harus mereka telan—tanah mereka kini telah tenggelam tanpa kepastian hak.

“Kami Sudah Berjuang, Tapi Hak Kami Diabaikan”

Samsul Bahri, seorang perwakilan warga, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. “Kami sudah mengikuti semua prosedur. Kami patuh pada aturan. Tapi mengapa tanah kami diambil begitu saja, tanpa ada ganti rugi? Padahal tanah itu sekarang sudah jadi genangan waduk,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ketidakadilan semakin terasa ketika gugatan warga di Pengadilan Negeri Bener Meriah justru berujung pada arahan agar mereka melanjutkan kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Warga pun bertanya-tanya, mengapa kasus yang menyangkut hak kepemilikan tanah justru diarahkan ke PTUN, padahal yang mereka tuntut adalah ganti rugi atas tanah yang mereka miliki dan bukan keputusan administrasi pemerintah.

“Kami tidak menggugat pemerintah. Kami hanya ingin hak kami dihormati dan ganti rugi yang layak diberikan. Mengapa kami harus mengemis keadilan di negeri sendiri?” keluh Samsul.

Mafia Tanah Bermain?

Kecurigaan semakin kuat bahwa ada permainan mafia tanah di balik kasus ini. Warga menuding PT Putra Ogami Jaya, yang dipimpin oleh M. Hasan, serta beberapa perusahaan lain, sebagai pihak yang diuntungkan dari proyek ini.

Selain kehilangan lahan, warga juga mendapati bahwa tanah mereka digunakan sebagai sumber material untuk pembangunan tanggul waduk tanpa izin yang jelas. Ribuan ton batu dari lahan mereka diambil begitu saja, tanpa ada kompensasi sedikit pun.

“Saat kami tanyakan ke pemerintah daerah, mereka malah tidak tahu menahu. Bagaimana bisa proyek sebesar ini berjalan tanpa transparansi? Kami hanya rakyat kecil, tapi bukan berarti hak kami bisa diinjak-injak!” seru seorang warga dengan nada geram.

Harapan pada Komnas HAM dan Pemerintah Pusat

Warga yang putus asa akhirnya melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dengan nomor laporan 153877, berharap ada keadilan yang bisa mereka dapatkan. Mereka meminta agar Komnas HAM dan pemerintah pusat segera turun tangan, memastikan hak mereka tidak lagi diabaikan.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan korbankan kami. Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan,” pungkas Samsul Bahri dengan mata berkaca-kaca.

Kini, warga Kampung Simpur hanya bisa menunggu—menunggu keadilan yang entah kapan akan datang di tengah permainan kekuasaan yang semakin menyudutkan mereka. Namun, satu hal yang pasti, mereka tidak akan diam. Mereka akan terus berjuang demi hak mereka, demi keadilan yang seharusnya menjadi milik semua, bukan hanya mereka yang berkuasa.(Has)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini