Bursakota.co.id, Aceh Timur – Dugaan penggelapan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jeungki, Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur, hingga kini belum menunjukkan titik terang. Meski telah berjalan lebih dari lima bulan sejak terungkap pada Oktober 2024, belum ada sanksi tegas dari Dinas Pendidikan Aceh Timur terhadap oknum kepala sekolah yang diduga terlibat. Jum’at, (10/4/2025).
Penggelapan dana bantuan pemerintah yang diperuntukkan bagi siswa kurang mampu ini telah terbukti melalui rapat resmi yang digelar di SDN Jeungki pada Kamis, 8 Januari 2025. Dalam forum tersebut, kepala sekolah yang bersangkutan mengakui kesalahan dan berjanji akan mengganti seluruh kerugian, berapapun jumlahnya.
Ironisnya, usai rapat, kepala sekolah tersebut memberikan pernyataan mengejutkan di luar ruangan, ia hanya akan melayani proses pengembalian dana selama 10 hari. Setelah itu, menurutnya, proses ganti rugi tidak akan dilayani lagi. Pernyataan tersebut disampaikan langsung di hadapan Plt. Kabid PSD Dinas Pendidikan Aceh Timur, Thamrin, M.Pd., serta sejumlah tokoh dan pejabat pendidikan lainnya.
Adapun pihak-pihak yang hadir dalam rapat antara lain Koordinator PIP Kabupaten Aceh Timur jenjang SD, Burhanuddin; Koordinator Wilayah Kecamatan Bidang Pendidikan Peureulak, Zulkifli; Pengawas Pembina Wilayah, Afrizal dan Hariati; Ketua K3S Koorwil Peureulak, Murtada; Komite Sekolah SDN Jeungki, serta wali murid penerima PIP.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang kepala sekolah, pejabat yang seharusnya menjadi teladan dan pelindung hak-hak siswa. Bukannya menunjukkan penyesalan secara humanis, oknum tersebut malah memberikan batas waktu pengembalian dana secara sepihak, tanpa mempertimbangkan perasaan dan kondisi wali murid yang menjadi korban.
Plt. Kabid SD, Thamrin, yang ditemui terpisah, mengaku masih bingung mengenai penanganan kasus tersebut. Bahkan, ia menyebut tengah berupaya mencari penempatan baru bagi oknum kepala sekolah agar sertifikasinya tidak terganggu.
Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Bagaimana bisa seorang pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran serius masih diberikan peluang mempertahankan sertifikasi dan jabatan? Di saat publik menuntut keadilan dan transparansi, Dinas Pendidikan Aceh Timur justru dinilai lamban dan terkesan melindungi pelaku.
Menurut banyak pihak, jika terbukti bersalah, oknum kepala sekolah seharusnya tidak hanya dicopot dari jabatan dan dicabut sertifikasinya, tetapi juga dapat diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) karena telah melakukan tindak pidana korupsi terhadap dana pendidikan.
Lambannya penanganan kasus ini oleh Dinas Pendidikan Aceh Timur menambah panjang daftar kekhawatiran masyarakat terhadap integritas institusi pendidikan di daerah tersebut.(hasbi)