Bursakota.co.id, Siak – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Siak gelar rapat paripurna penyampaian laporan pansus dan rekomendasi pansus terhadap BUMD Siak, Selasa (10/9/2024) pagi.
Rapat paripurna tersebut langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Siak Indra Gunawan.
Disampaikan Indra Gunawan, pansus tersebut mulanya diinisiasi oleh enam fraksi dari delapan fraksi yang ada di DPRD Siak.
Dari hasil pembahasan, kata ketua Indra, Pansus DPRD Siak menemukan beberapa fakta hukum penyelenggaraan yang dianggap tidak sesuai dengan kaidahnya.
“Setelah melalui pembahasan dan evaluasi terdapat dua perjanjian yang pansus temukan yang harus menjadi perhatian serius,” kata Ketua DPRD Siak Indra Gunawan.
Dalam hal tersebut, Pansus menemukan bahwa Pemerintah Kabupaten Siak dan BUMD PT KITB telah membuat perjanjian sewa tanah hak pengelolaan dengan Nomor: 5/HPL/BPN RI/2011, yang mencakup lahan seluas 572.452 M².
Perjanjian tersebut, tambah Indra Gunawan, diikat dengan Nomor: 030/BKD-ASET/PS/2017 dari Pemerintah Kabupaten Siak dan Nomor: 01/PSM-KITB/IX/2017 dari PT KITB.
“Perjanjian tersebut ditindaklanjuti oleh BUMD PT KITB dengan membuat perjanjian sewa dan perjanjian jual beli tanah dengan dua perusahaan, yaitu PT Biomass Fuel Indonesia dan PT Zapin Energi Sejahtera,” ungkap Indra.
Kemudian, lanjutnya, perjanjian sewa dengan PT Biomass Fuel Indonesia dilakukan pada Kamis (10 Januari 2019) di Pekanbaru, dengan Nomor perjanjian 01/KITB-BFI/I/2019 untuk lahan seluas 20.000 m² (2HA).
Sementara, perjanjian jual beli antara PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera dilakukan pada Selasa (16 April 2019) di Pekanbaru, dengan nomor perjanjian 01/KITB-ZES/IV/2019 dan Nomor 01/ZES-PJB/LAHAN/IV/2019.
“Dalam dua perjanjian tersebut, Pansus menemukan perjanjian jual beli HGB antara PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera adalah cacat secara hukum karena bertentangan dengan perjanjian induk yang telah disepakati oleh Pemerintah Kabupaten Siak dengan PT KITB,” urai Indra.
Hal itu, kata ketua Indra lebih lanjut, perjanjian sewa tanah hak pengelolaan dengan nomor: 5/HPL/BPN RI/2011.
“Perjanjian tersebut pada pokoknya telah mengatur bahwa pengalihan lahan hanya dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian sewa, bukan perjanjian jual beli sebagaimana yang dilaksanakan oleh PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera,” sebutnya.
Oleh karena itu, perjanjian jual beli antara PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera berpotensi batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif bagi sahnya perjanjian.
“Hal itu berimplikasi hukum bahwa perjanjian antara PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera dapat dianggap tidak pernah ada secara hukum, sehingga akan menimbulkan persoalan hukum lainnya di kemudian hari,” tegas Indra.
Lanjut Indra, untuk BUMD PT SPS, Pansus juga menemukan adanya perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Siak dengan PT SPS, yakni perjanjian sewa tanah hak pengelolaan Nomor: 5/HPL/BPN RI/2011 seluas 533.406 m², dengan nomor perjanjian: 030/BKD-ASET/PS/2018/01 dan Nomor: 01/PSM-SPS/I/2018, dengan jangka waktu perjanjian selama 30 tahun, terhitung sejak 7 Januari 2018 hingga 6 Januari 2048.
Terkait BUMD PT SPS, Pansus juga menemukan BUMD tersebut keluar dari core bisnis yang telah ditetapkan sehingga tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
“Dalam Perda pembentukan BUMD dan AD-ART PT SPS, ruang lingkup usaha yang dapat dilaksanakan oleh BUMD PT SPS sudah ditentukan,” beber Indra.
Beberapa temuan yang didapat oleh Pansus DPRD diatas terkonfirmasi pula dengan adanya temuan dari Inspektorat Daerah Pemerintah Kabupaten Siak pada tahun 2022, yang tertuang dalam naskah hasil pemeriksaan atas dugaan jual beli dan sewa lahan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah HPL Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) Milik Pemerintah Kabupaten Siak yang dilakukan oleh BUMD Kabupaten Siak.
Dalam dokumen tersebut, disimpulkan beberapa hal yang di antaranya terdapat pengalihan pemanfaatan lahan oleh PT KITB kepada pihak ketiga yang belum mendapatkan persetujuan Bupati Siak dan berpotensi merugikan keuangan daerah.
Kemudian, PT SPS belum memiliki core business pada bidang pengelolaan pendukung kawasan pelabuhan selaku penerima HGB dari Pemerintah Kabupaten Siak.
“Terlepas dari keberadaan hasil pemeriksaan Inspektorat Daerah Pemerintah Kabupaten Siak masih berbentuk naskah hasil pemeriksaan, namun hasil pembahasan Pansus berdasarkan semua bahan hukum yang diperoleh oleh Pansus menunjukkan kesimpulan yang sama dengan hasil Pemeriksaan Inspektorat Daerah,” kata Indra.
Pansus juga menyayangkan sikap dari Pemerintah Kabupaten Siak yang tidak memberikan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait BUMD Kabupaten Siak sampai dengan laporan Pansus ini diselesaikan.
“Padahal DPRD Kabupaten Siak telah mengirimkan surat resmi kepada Pemerintah Kabupaten Siak untuk menyerahkan LHP dimaksud untuk dijadikan bahan bagi Pansus dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya secara baik,” terang Indra.
Tidak sampai disitu, Pansus menemukan bahwa beberapa kegiatan yang dilakukan oleh BUMD PT SPS di luar ruang lingkup usahanya atau core business-nya.
Di antaranya dalam hal kerjasama kegiatan pengelolaan pendukung kawasan pelabuhan antara BUMD PT SPS dengan PT Oriental Resources Indonesia dimana ada perjanjian peralihan HGB.
Perjanjian ini mengatur bahwa lahan yang dialihkan HGB-nya diperuntukkan untuk pembangunan dan pengelolaan tangki timbun CPO serta dermaga kapal (Dolphin Jetty), dengan harga jual yang telah disepakati sebesar Rp7.950.000.000 miliar beserta biaya-biaya yang timbul akibat peralihan HGB tersebut.
“Padahal usaha di bidang pengelolaan pendukung kawasan pelabuhan bukanlah merupakan core bisnis dari BUMD PT SPS,” cetus Indra.
Atas hal tersebut, Pansus DPRD merekomendasikan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Siak sebagai berikut.
Pertama, Perjanjian jual beli HGB antara BUMD PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertentangan dengan perjanjian induk terkait perjanjian sewa tanah hak pengelolaan.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Siak perlu meninjau ulang perjanjian jual beli HGB antara BUMD PT KITB dengan PT Zapin Energi Sejahtera dengan tetap mempertimbangkan kepentingan hukum masing-masing pihak secara adil dan proporsional sehingga tidak menimbulkan permasalahan hukum lainnya di kemudian hari.
Ke dua, perjanjian antara pemerintah Kabupaten Siak dengan BUMD PT SPS terkait sewa dan pengelolaan tanah HPL yang kemudian ditindaklanjuti oleh BUMD PT SPS dengan perjanjian peralihan HGB kepada PT Oriental Resources Indonesia.
Meskipun telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, namun tidak sesuai dengan core business BUMD PT SPS sehingga belum memenuhi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Siak perlu memastikan bahwa semua pelaksanaan kegiatan usaha BUMD mematuhi tata kelola perusahaan yang baik, mendapatkan persetujuan dari pemegang saham atau dewan komisaris, dan perlu dipastikan memberikan manfaat yang jelas bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Siak perlu segera meninjau ulang dan memperbaiki dasar hukum ruang lingkup kegiatan usaha/core business dari BUMD PT SPS sesuai dengan perkembangan kebutuhan BUMD PT SPS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ke tiga, Pemerintah Kabupaten Siak perlu meningkatan pengawasan terhadap tata kelola di BUMD, khususnya terkait dengan perjanjian peralihan aset dan lahan Pemerintah Kabupaten Siak yang sudah diserahkan pengelolaannya ke BUMD Kabupaten Siak.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Siak perlu membuat peraturan yang spesifik dan Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas agar dalam pengelolaan aset dan lahan tersebut dapat dipastikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan perjanjian kerjasama BUMD Kabupaten Siak dengan pihak lainnya yang masih bermasalah secara hukum sebagaimana yang telah disebutkan di atas dan masih rendahnya kontribusi BUMD Kabupaten Siak dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Siak menunjukkan kinerja buruk dari pengelola BUMD Kabupaten Siak.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Siak perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan usaha BUMD Kabupaten Siak, terutama terhadap pengelola BUMD PT KITB dan BUMD PT SPS.
Terhadap pengelola BUMD PT KITB dan BUMD PT SPS yang menujukkan kinerja buruk, Pemerintah Kabupaten Siak perlu juga melakukan restruktrusasi kepengurusan dan mengganti jajaran Direksi yang tidak mampu mencapai target kinerja yang sudah ditentukan.
Hal ini perlu dilakukan guna memastikan agar pengelolaan BUMD PT KITB dan BUMD PT SPS dapat berjalan baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, berkaitan dengan piutang usaha pada tahun 2022, di antaranya piutang usaha agribisnis CV Tubuh Subur sebesar Rp2.113.404.719 dan PT Buana Sinar Lestari sebesar Rp830.414.860. Piutang ini telah memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan Keputusan Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2015/PT.Pbr dan Keputusan Nomor 304 PK/Pid.Sus/2018.
Oleh karena itu, piutang ini harus dilakukan upaya penagihan secara serius, mengingat sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Pansus meminta kepada direksi untuk melakukan upaya penagihan secara intensif, dan jika diperlukan, menggunakan instrumen hukum.
Kemudian daripada itu, juga terdapat saldo uang muka per 31 Desember 2022 sebesar Rp302.928.448, yang di dalamnya terdapat uang muka PPh Pasal 23 sebesar Rp. 297.595.445.
Namun, tidak ditemukan bukti pemotongan PPh Pasal 23, yang menyebabkan nilai tersebut tidak dapat dikreditkan dalam perhitungan PPh badan. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam pengelolaan administrasi PT Sarana Pembangunan Siak dan berpotensi merugikan perusahaan. Pansus meminta kepada direksi untuk memperbaiki tata kelola administrasi dan kearsipan guna menghindari kerugian di masa mendatang.
Terakhir, Pansus BUMD DPRD Kabupaten Siak merekomendasikan kepada Anggota DPRD Periode 2024-2029 untuk meneruskan perjuangan Pansus BUMD, agar BUMD yang beroperasi di wilayah Kabupaten Siak dapat memberikan Kontribusi terhadap PAD Kabupaten Siak.