
Bursakota.co.id, Lima Puluh Kota – Secara nasional tahun 2022, Provinsi Sumatra Barat memiliki tingkat kemiskinan ekstrem 0,77 persen di bawah angka nasional sebesar 2,04 persen, sedangkan angka prevalensi stunting mencapai 25,2 persen atau di atas angka nasional yang hanya 21,6 persen.
Untuk itu, Pemerintah pusat meminta agar Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumbar harus mengoptimalkan dan memastikan agar saling melengkapi atas penggunaan alokasi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan APBDes untuk intervensi kemiskinan ekstrem dan stunting.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat membuka Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Kabupaten /Kota di Sumatera Barat (Sumbar), Rabu (5/4/2023).
Dilaksanakan secara daring, Roadshow turut diikuti oleh Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi, Bupati Lima Puluh Kota Safaruddin yang didampingi Sekretaris Daerah Widya Putra dan unsur Forkopimda 50 Kota serta Bupati/Wali Kota di Sumbar.
“Upaya lain dalam penurunan prevalensi stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Sumbar adalah dengan penggunaan data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) yang ada di Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk sasaran intervensi sebagai upaya penajaman sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem dan stunting,” kata Menko Muhadjir.
Ia meminta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Sumbar harus ‘keroyokan’ melahirkan berbagai inovasi dengan sejumlah stakeholder yang ada di Sumbar. Disamping itu, Menko Muhadjir mengatakan, sesuai Permendes Nomor 8 Tahun 2022, tentang prioritas dana desa adalah untuk kemiskinan ekstrem, stunting, dan kerawanan pangan.
“Untuk itu kami berharap, serapan dana desa untuk ketiga prioritas tersebut dapat dinaikkan melalui alokasi BLT, perbaikan rumah, fasilitas umum yang dijadikan program padat karya bagi keluarga miskin ekstrem,” harap Muhadjir.
Sementara itu, Bupati Lima Puluh Kota Safaruddin mengatakan, bahwa ada sejumlah kendala yang terjadi dalam penurunan prevalensi stunting di Lima Puluh Kota, di antaranya;
Keterbatasan kemampuan petugas pengumpulan data hasil pengukuran, kemudian tidak ada lagi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di tahun 2023 untuk stunting, tidak singkronnya data dari Kementerian Kesehatan dengan BKKBN, keterbatasan antropometri dan USG di Posyandu dan Puskesmas.
“Sementara itu, untuk penghapusan kemiskinan ekstrem Pemkab Lima Puluh Kota dihadapi dengan terbatasnya akses lapangan kerja, sarana dan prasarana serta kurang memadainya infrastruktur jalan, air bersih dan sanitasi untuk masyarakat miskin,” jelasnya.
Pihaknya berharap, melalui Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan yang diselenggarakan Kemenko PMK tersebut dapat menegaskan komitmen satu data kemiskinan yang digunakan lembaga/kementerian.
Kemudian diperlukannya anggaran khusus untuk mencapai target prevalensi stunting 14 persen dan kemiskinan ekstrem 0 persen di tahun 2024 melalui dukungan alokasi yang tidak hanya kepada BKKBN dan Kesehatan tetapi juga ke perangkat daerah pendukung lainnya.
“Perlu penguatan SDM dan anggaran terhadap pembangunan infrastruktur dasar yang meliputi sanitasi layak, air bersih, dan akses jalan dari Pemerintah Pusat guna percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem,” terang Safaruddin. (Warman)