Bima – Koordinator Isu Nasional (Konsurnas) BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Indonesia (PTMAI), Den Ardin, mendesak Pemerintah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menghentikan kegiatan tambak udang PT DMI di Kecamatan Tambora, lantaran diduga urusan perijinan yang belum tuntas serta dugaan penyerobotan lahan warga.
Konsurnas, kata dia, melihat persoalan polemik tersebut merupakan wujud penindasan oligarki terhadap rakyat kecil. Sebab itu, Den Ardin mendesak pemerintah harus hadir dan meminta agar segera mencabut izin operasi perusahaan tersebut.
“Saya tegaskan kepada pemerintah daerah untuk menghentikan kegiatan tambak udang di PT DMI, karena diduga Ijin perusahaan yang belum lengkap, dan tanah tersebut diduga di serobot oleh pihak PT DMI dengan membuat sertifikat ganda yang menjadi milik warga setempat,” ujarnya dalam keterangan yang diterima.
Den Ardin mengungkapkan, tanah Muhammadiyah dan warga yang diduga diserobot tersebut seluas belasan hektare, yang sekarang digunakan sebagai tambak udang oleh PT DMI dan oknum warga berinisial YK. “Selanjutnya rakyat kecil jadi korbannya,” sorotnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bakal melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan hal tersebut, baik melalui Gerakan parlementer maupun ekstra parlementer. Sebab, ia mengaku telah menyaksikan secara nyata penindasan yang terjadi akibat konflik tersebut.
“Dalam perjuangan ini kami menyaksikan penindasan yang nyata oleh pemodal terhadap rakyat, karena itu kami akan melakukan perlawanan serius untuk dan atas nama Persyarikatan Muhammadiyah dan rakyat kecil,” tegasnya.
“Kami juga telah menemui sejumlah korban, selanjutnya dijelaskan tentang permasalahan tanah warga yang ada di Desa Kananga, Kecamatan Tambora, Bima, yang sudah jelas dirampas oleh oknum berinisial YK bersama warga lainnya, yang terafiliasi dengan PT DMI, juga Badan Pertanahan Kabupaten Bima,” imbuh Den Ardin.
Den Ardin menjelaskan, selain tanah Muhammadiyah, warga pemilik sertifikat tanah yang diserobot itu antara lain Ir Darwis seluas 2 hectare, Ir Muhammad Natsir seluas 1,8 hectare, Ir Muhlis seluas 1,9 hectare, dan banyak lagi.
“Terhadap sertifikat tersebut dan atau tanah tersebut diduga di telah disertifikatkan oleh warga lalu kemudian dijual ke PT DMI oleh YK beserta beberapa warga lainnya,” sebutnya.
“Oknum Yakub merupakan mafia tanah dan telah melakukan kejahatan atas nama pertanahan Kabupaten Bima yang sudah jelas menjadi sarang bisnisnya. Padahal Presiden RI melalui Menteri ATR/BPN menginstruksikan agar para mafia tanah diberantas secara total,” sergahnya.
Yang paling miris, lanjut Den Ardin, adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bima yang berkonspirasi dengan PT DMI, yang diduga membuat sertifikat tanah di atas sertifikat warga lainnya.
“Ini sungguh menyedihkan sekali, pasalnya kejahatan dan mafia tanah ini sangat luar biasa. Dan tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut begitu saja, para APH dan Pemerintah Kabupaten Bima harus memberi atensi untuk melakukan upaya agar masalah tanah ini dapat diselesaikan secepatnya, sehingga warga dapat memanfaatkan lahan dengan sebaiknya,” pintanya.
Den Ardin juga menegaskan kesiapan pihaknya untuk membantu mengaspirasikan keresahan masyarakat tersebut dan meminta para oknum aparat penegak hukum (APH) yang terlibat untuk segera ditelusuri.
Ia juga meminta pembangunan tambak tersebut segera dihentikan serta dicabut izion operasinya. “Lalu yang paling urgensi adalah (segera) proses mafia tanah yang melibatkan oknum warga setempat berinisial YK beserta beberapa warga lain yang terlibat,” tuntutnya.
“Kami akan melaporkan secara resmi PT DMI ke Kemenkumham RI, oknum warga yang telah melakukan tindakan yang melawan hukum, dan mendesak APH dan Pemerintah Daerah mengatensi persolan yang sangat menindas rakyat kecil ini,” pungkas Den Ardin.
Laporan : Nabil