Natuna – Ketua nelayan Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, Rahmat Wijaya menuturkan banyaknya dampak yang dirasakan oleh nelayan akan kehadiran Kapal Ikan Asing (KIA) yang sering masuk keluar laut Natuna terhadap penghasilan yang di peroleh oleh para nelayan.
Hal ini seperti ia sampaikan saat kami temui di pompong miliknya di pelabuhan Tanjung Pucuk, Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, pada Minggu (03/10).
Seperti di jelaskan olehnya dampak yang di rasakan oleh para nelayan sangat beragam, mulai dari dampak ekonomi, sosial bahkan dampak taruma.
“Jika berbicara akan dampak tentu saja sangat beragam, mulai dari dampak ekonomi seperti berkurangnya hasil tangkapan dari nelayan lokal yang menyebabkan langkanya ikan sehingga akan menyebabkan naiknya harga, dampak sosial seperti adanya konflik antara nelayan lokal dan nelayan asing hingga menyebabkan adanya trauma tehadap nelayan lokal yang menggunakan kapal tangkap yang jauh lebih kecil dari milik Nelayan asing”, ujar Rahmat.
Sebagai salah satu ketua nelayan yang juga aktip berada di laut lepas ia paham betul apa yang di rasakan oleh setiap nelayan yang sering melihat nelayan asing mengeruk kekayaan laut yang dimiliki oleh Natuna.
Selain itu Rahmat juga menyampaikan bahwa beroperasi KIA dan kapal cantrang di laut Natuna sangat berdampak pada penghasilan nelayan tradisional.
Apalagi laut Natuna memiliki karang-karang kecil, sekali saja di bantai oleh alat tangkap seperti cantrang akan habis karangnya hanya tinggal pasir saja, bahkan dampaknya hingga sampai 80% untuk nelayan tradisional.
“Dulu sebelum cantrang masuk di laut subi biasanya di aera tangkap berjarak sekitar 25 Mil dalam satu minggu kami mendapatkan sekitar 500 Kilogram ikan, namun sekarang dengan area tangkap yang sama paling hanya 20-30 kilo saja, sehingga kami harus mencari lebih jauh lagi bahkan hingga ke perbatasan Indonesia-Malaysia”, ujarnya.
Rahmat juga menjelaskan, biasanya ini terjadi untuk ikan-ikan yang berada di dasar laut, namun memang tidak berdampak kepada ikan-ikan yang sering berada di permukaan seperti ikan tongkol, tetapi tetap saja penggunaan cantrang sangat merugikan dan merusak alam
Untuk itu ia berharap kepada pemerintah agar memikirkan kembali untuk memberikan izin di legalkannya pengoperasian cantrang di laut Natuna, hal ini agar kelangsungan biota laut yang dimiliki oleh Natuna tetap terjaga hingga ke anak cucu kita kelak.
Saat ditanyai adakah kekhawatiran dari nelayan ketika berjumpa dengan KIA di laut lepas, Rahmat menjelaskan tentu saja ada, dari bobot kapal saja kita sudah kalah apalagi daya tangkap, akhirnya kita harus mengalah dan mencari spot lain dan tentu saja ini akan berdampak pada penghasilan yang akan kita dapat.
“Bayangkan saja untuk mencapai satu spot kita memerlukan waktu dan jarak tempu yang sedemikian rupa, hal ini tentu saja akan berdampak kepada penggunaan bahan bakar serta waktu kita”, ujar Rahmat.
Liputan kolaborasi peserta In House Training Jurnalistik Maritim Berwawasan Kebangsaan yang digelar oleh LPKW UPN Veteran Yogyakarta bekerjasama dengan Kedubes Amerika Serikat di Indonesia, Zona_3 Natuna-Anambas. (Rusdi/bursakota.co.id)