Natuna – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas pemerintahan daerah, muncul sebuah pertanyaan yang ramai diperbincangkan, bolehkah seorang staf khusus (stafsus) bupati ikut ngantor setiap hari bersama kepala daerah?
Fenomena ini bukan hal asing lagi di beberapa daerah, termasuk di Natuna, di mana seorang stafsus tampak aktif mendampingi bupati dalam berbagai kegiatan dan bahkan terlihat berkantor setiap hari di lingkungan sekretariat.
Kehadiran mereka dianggap sebagian orang sebagai wujud dukungan teknis dan ideologis kepada pimpinan, namun tak sedikit pula yang mempertanyakan dasar hukum serta urgensinya.
Secara regulasi, staf khusus kepala daerah biasanya diangkat melalui keputusan bupati untuk membantu dalam hal-hal tertentu, seperti komunikasi publik, strategi kebijakan, atau penghubung dengan masyarakat.
Namun, jabatan stafsus tidak sama dengan pejabat struktural dan fungsional ASN, sehingga kewenangan, ruang kerja, serta jam kerja mereka sebenarnya tidak diatur seperti pegawai pada umumnya.
“Kalau stafsus ngantor tiap hari dan ikut urusan internal pemerintahan, itu bisa jadi tumpang tindih dengan peran OPD atau staf ahli resmi,” ujar salah satu pejabat yang enggan disebutkan namanya, kepada bursakota.co.id, Minggu 6 April 2025.
Meski begitu, dalam praktiknya, peran stafsus sangat bergantung pada gaya kepemimpinan kepala daerah. Ada yang hanya dipanggil ketika dibutuhkan, namun ada pula yang diberi ruang luas untuk mendampingi setiap hari.
Pertanyaannya sekarang, apakah ini menyalahi aturan, atau hanya soal etika birokrasi? Hingga kini belum ada aturan tegas yang melarang stafsus untuk “ngantor” setiap hari, selama tidak mencampuri kewenangan yang bukan miliknya.
Namun, transparansi mengenai peran dan batasan stafsus menjadi penting agar tidak memicu persepsi negatif di tengah publik dan kalangan birokrasi.
Pengangkatan Staf Khusus (Stafsus) di lingkungan Pemerintah Daerah tidak diatur secara rinci dalam Undang-Undang seperti halnya jabatan struktural atau fungsional ASN. Namun, ada beberapa ketentuan dan prinsip yang menjadi acuan dasar:
1. Dasar Hukum Pengangkatan Stafsus di Daerah
Secara umum, pengangkatan staf khusus di daerah mengacu pada:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait kewenangan kepala daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 133 Tahun 2017 tentang Penyusunan dan Penetapan Analisis Jabatan di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Permendagri Nomor 134 Tahun 2018 tentang Kedudukan dan Tata Kerja Staf Khusus Kepala Daerah.
2. Ketentuan Utama dari Permendagri 134/2018
Beberapa poin penting dari Permendagri 134/2018:
Pasal 2: Staf Khusus diangkat untuk membantu kepala daerah dalam pelaksanaan tugas tertentu di luar tugas dan fungsi perangkat daerah.
Pasal 3: Staf Khusus diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah melalui Keputusan Kepala Daerah, bukan sebagai ASN.
Pasal 4: Jumlah Staf Khusus maksimal 5 orang.
Pasal 5: Masa jabatan staf khusus paling lama sama dengan masa jabatan kepala daerah yang mengangkat.
Pasal 6: Staf khusus tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 7: Honorarium atau tunjangan dapat diberikan sesuai kemampuan keuangan daerah dan harus diatur dalam Perkada/APBD.
3. Posisi dan Fungsi
Staf khusus bukan bagian dari struktur organisasi perangkat daerah (OPD).
Mereka hanya bersifat sebagai pembantu pribadi kepala daerah dalam bidang tertentu (misalnya: komunikasi, ekonomi, pembangunan, hukum, dll).
Tidak memiliki kewenangan mengatur ASN atau ikut dalam sistem kerja birokrasi.
4. Etika dan Pembatasan
Walaupun stafsus bisa ngantor atau mendampingi kepala daerah, ia tidak boleh mencampuri urusan kedinasan, kecuali dalam batas memberikan masukan atau analisis. Bila melampaui batas, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih tugas, konflik kepentingan, atau bahkan penyalahgunaan wewenang.
Editor : Papi