Natuna – Keterlambatan penyaluran Dana Tunda Salur dari pusat ke daerah menjadi salah satu tantangan besar yang kini dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Natuna, termasuk RSUD Natuna.
Keterlambatan penyaluran Dana Tunda Salur ini menyebabkan RSUD Natuna terhutang kepada pihak rekanan sebesar Rp 3,9 miliar untuk pembelian obat-obatan di sepanjang tahun 2024.
Meski demikian, pihak RSUD Natuna tetap berupaya menjaga pelayanan kesehatan masyarakat, termasuk memastikan ketersediaan obat-obatan.
Direktur RSUD Natuna, dr. Ari Fajarudi, memastikan bahwa stok obat di rumah sakit masih dalam kondisi aman.
Namun, ia tidak menampik ada beberapa jenis obat yang telah habis, seperti Furosemida, yang biasa digunakan untuk pengobatan hipertensi.
“Secara umum stok obat masih aman, meskipun ada obat yang kosong. Kami terus mencari rekanan lain untuk mengatasi kekurangan ini,” ungkap dr. Ari di ruang kerjanya pada Senin (20/01/2025).
Selain keterbatasan dana, dr. Ari menjelaskan bahwa kendala lain yang menyebabkan kekosongan obat adalah proses penyesuaian pajak melalui aplikasi Coretax yang belum selesai. Hal ini menghambat pengiriman obat-obatan ke daerah, termasuk Natuna.
“Kami terus berkoordinasi dengan pihak terkait agar masalah ini bisa segera teratasi. Tujuannya adalah memastikan masyarakat tetap mendapatkan layanan kesehatan terbaik tanpa hambatan lebih lanjut,” tambahnya.
Meski terbebani utang besar, RSUD Natuna tetap berkomitmen memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Langkah-langkah strategis telah disiapkan untuk menghadapi tantangan ini, termasuk mencari solusi cepat untuk mengatasi kekosongan obat di RSUD Natuna.
Komitmen kuat RSUD Natuna dalam menjaga pelayanan kesehatan menunjukkan dedikasi tinggi di tengah berbagai kendala.
Dengan usaha bersama dan koordinasi yang baik, pihak rumah sakit optimistis dapat melewati masa sulit ini demi memastikan kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. (Bk/Dika)