Manajemen Birokrasi Dan Hukum Negara

0
67
Oleh : Mario Radithya TamaI
Instansi : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pembangunan Tanjungpinang
Jurusan : Manajemen

Birokrasi di Indonesia diartikan sebagai kelembagaan yang berada dalam sektor pemerintahan melaksanakan tugas pelayanan publik di daerah maupun pusat dengan mengimplementasikan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 yang telah disesuaikan dengan kultur yang ada. Birokrasi memiliki makna seperti organisasi rasional, inefisiensi organisasi, aturan dari pejabat, administrasi publik, jenis organisasi dengan karakteristik dan kualitas sebagai hierarki dan aturan, administrasi oleh pejabat, dan kualitas esensial modern masyarakat.

Sebab adanya relevansi antara birokrasi dengan perpolitikan Indonesia yaitu birokrasi sebagai bagian dari institusi politik, kebudayaan dalam sistem birokrasi terpengaruh pada akor didalamnya, dan aktor birokrasi memegang peranan besar dalam pembangunan Indonesia.

Birokrasi digolongkan menjadi birokrasi pemerintahan negara (politik dan administrasi) dan birokrasi pemerintahan (non organisasi pemerintah). Sistematika birokrasi dibagi menjadi 3 yaitu birokrasi rasional, suatu penyakit dan netral.

Birokrasi pemerintahan memiliki karakteristik yang relevan dengan birokrasi organisasi maupun manajemen berlandaskan pada sistem administrasi publik. Birokrat atau ASN seharusnya menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien agar dapat mencapai tujuan yang direncanakan. Ciri khas struktur birokrasi ideal antara lain, yaitu sistem pembagian kerja atau spesialisasi, hierarki kekuasaan, berlandaskan pada perundang-undangan, impersonal, pembentukan karir (pengasahan skill yang dimiliki), dan birokrasi yang murni.

Birokrasi Indonesia dianggap rumit dan bertele-tele bahkan hal ini diakui oleh Pakar Hukum terkemuka, Mahfud MD. Sudah rumit masih dipersulit. Kalimat tersebut sesuai pada fakta yang tersaji pada kehidupan nyata. Birokrasi Indonesia yang berbelit-belit ditambah Aparatur Negaranya yang tidak berkerja sepenuh hati menambah kerumitan tersebut.

Aparatur Negara harusnya bertindak sebagai pelayan publik, namun hal ini jarang ditemukan. Mereka yang dianggap pelayan publik tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan memiliki kencenderungan apatis terhadap masyarakat. Ketidakpedulian itu membuat masyarakat malas berurusan dengan pemerintah dan cenderung menerima saja atau menggunakan jasa orang lain dalam pengurusan sesuatu.

Birokrasi yang rumit dan bertele-tele membuat investor enggan masuk ke Indonesia sehingga lebih memilih ke luar negeri yang memiliki birokrasi lebih mudah. Hal ini tentunya memiliki dampak yang negatif. Kita tentunya dirugikan karena tidak mendapatkan investor yang akan membuka perusahaan atau bekerjasama dengan Indonesia.

Membuka perusahaan di Indonesia, artinya menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan mengurangi tingginya tingkat pendidikan. Pada kenyataannya, lapangan pekerjaan tidak tercover oleh pemerintah sehingga sering kali menimbulkan kesenjangan hingga konflik sosial.

Pelayanan publik harus diperbaiki kembali agar berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak kasus terjadi mulai dari keterlambatan Aparatur Negara dan lamanya pengurusan apapun itu. Hal ini membuat efisiensi waktu tidak terpenuhi. Minimnya tanggung jawab Aparatur dalam menjalankan tugasnya menjadi salah satu penyebab tersebut.

Mereka merasa sudah mendapatkan gaji tetap dan tidak ada pengawasan hingga teguran atas ketidakprofesionalan tersebut. Ketidakprofesionalan tersebut membuat partisipasi masyarakat juga rendah. Rendahnya partisipasi tersebut menyebabkan beberapa kebijakan yang diterapkan tidak berjalan maksimal.

Contoh kerumitan birokrasi yaitu pembuatan KTP yang harus meminta surat pengantar RT/RW, meminta pengantar Desa/Kelurahan, kemudian Kecamatan untuk melakukan input data. Hal ini terkadang masih perlu waktu lama untuk menunggu jika dilakukan pengurusan sendiri tanpa bantuan orang dalam. Jika terdapat orang dalam maka dalam waktu sehari bisa jadi.

Terdapat tindakan diskriminasi dalam beberapa pelayanan publik. Contoh lain, pembayaran pajak kendaraan motor dan pergantian plat motor 5 tahunan yang mengharuskan di tempat domisili STNK diterbit. Aplikasi pembayaran pajak online nyatanya hanya bisa digunakan untuk pembayaran pajak tahunan bahkan kantor samsat induk sekalipun.

Hal ini menjadi rumit, mengingat tidak semua masyarakat Indonesia memiliki kondisi ekomoni yang baik untuk membeli kendaraan dalam kondisi baru. Pembayaran pajak dan pergantian plat tersebut mengharuskan beberapa syarat yang sulit dipenuhi dengan pembeli kendaraan bekas.

Persyaratan penggunaan KTP asli sesuai STNK dan pengurusan di tempat domisili STNK diterbitkan dirasa sulit. Namun, anehnya jika melalui jasa calo hal tersebut bisa dilakukan mulai dari penggunaan KTP bukan sama seperti STNK dan pembayaran serta pergantian plat bukan di tempat domisili.

Faktor orang dalam juga menjadi penyebab kasus ini terjadi. Birokrasi yang lebih mementingkan uang mempersulit keadaan seseorang yang memiliki kondisi ekonomi pas-pasan.

Tumpang tindih peraturan membuat birokrasi di Indonesia semakin sulit ditangani. Suara untuk melakukan perampingan peraturan hingga birokrasi sering kali tidak digubris pemerintah. Aturan yang tumpah tindih membuat kaburnya kejelasan informasi kebijakan yang ada. Tumpah tindih aturan membuat penanganan suatu pelayanan publik saling lempar antar lembaga. Hal ini juga memperpanjang proses yang harus ditempuh. Beberapa tokoh telah merancang e-goverment sebagai solusi dari segala persoalan diatas.

Birokrasi yang dianggap rumit dan bertele-tele harus dicari solusi dengan cara penyederhanaan proses dari suatu layanan publik. Kesadaran dan tanggung jawab ASN harus ditingkatkan. Sikap profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsi juga harus ditekankan. Tidak melakukan tindakan diskriminasi.

Mempermudah pengurusan segala sesuatu tanpa uang, calo, orang dalam agar meningkatkan partisipasi masyarakat yang mana hal ini bisa memaksimalkan penerapan kebijakan publik atau pelayanan publik.

Melakukan perampingan terhadap beberapa kebijakan maupun aturan yang dirasa tumpang tindih dan menyederhanakan menjadi lebih mudah serta dipahami masyarakat. Reformasi dari birokrasi manual ke birokrasi digital atau e-goverment harus mulai dilakukan. Mengembangan dan penyempurnaan gagasan tersebut salah satu solusi yang ditawarkan dalam persoalan birokrasi yang rumit dan tumpang tindih.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini